Pengalaman Sidang Gara-gara Ditilang Polisi
Aku kemarin ke Pengadilan Negeri Ngawi terkait pelanggaran lalu lintas. Aku tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas pada waktu lalu. Tujuannya sih mau mengambil SIM yang ditahan oleh pak polisi. Aku bingung karena aku kesitu baru pertama kalinya (dan semoga tidak terulang lagi).
Aku sampai di sana jam sembilan pagi. Di sana banyak sekali orang yang akan sidang. Jumlahnya ratusan orang. Aku bingung bagaimana caranya mau sidang. Aku tanya ke pegawai di sana dan hanya ditunjukkan arah jalannya saja. Aku pun masih bingung. Aku lihat-lihat saja ruangan-ruangan disana. Alhamdulillah, akhirnya aku diberi tahu oleh orang yang duduk-duduk disana.
Pertama kali, aku mendaftar dulu ke petugas dengan menyerahkan surat tilang dari polisi. Kemudian petugas itu memberikan nomor antrian kepadaku. Aku mendapat nomor antrian 214. Hha, banyaknya! Kirain hanya sedikit orang yang ditilang sama pak polisi. Hehehe. . . Saatnya menunggu pak hakim dan kawan-kawannya datang.
Setelah menunggu sebentar, kira-kira jam 09.15 pak hakim baru datang di ruang sidang. Waw, pakaiannya pak hakim keren kayak di tivi-tivi. Pak hakim memakai jubah warna hitam dan merah, serta memakai kain putih untuk dasi. Aku baru lihat pak hakim asli dengan mata kepalaku sendiri.
Ketika sidang, dipanggil sepuluh orang-sepuluh orang. Mungkin jumlah orangnya banyak kali ya. Lha wong aku sendiri nomor antriannya 214. Jadinya menunggu lagi. Yo wis lah, tidak apa-apa. Yang penting sabar.
Mulai dari anak sekolah seusia SMA, bapak-bapak, ibu-ibu, hingga orang tua ada di sana. Memang kebanyakan mereka melnggar lalu lintas dan ditilang. Ramai sekali sehingga banyak yang duduk di lantai. Sambil menunggu aku melihat-lihat sidangnya.
Sekitar jam sepuluh siang tibalah nomorku yang dipanggil. Aku masuk ke ruang sidang bersama-sama dengan yang lain. Prosesnya singkat sekali. Pak hakim memanggil namaku dan aku memberikan nomor antrianku. Selanjutnya aku disuruh tanda tangan oleh hakim anggota / bu hakim yang duduk di sebelah kiri pak hakim. Kemudian surat-surat beserta tanda tangan itu diserahkan kepada bapak yang duduk di kursi Penuntut Umum, lalu membayarkan sejumlah uang yang tertera di surat itu. Aku membayarkan Rp30.000,00. Katanya sih uang itu masuk ke kas negara. Kalau kamu ditilang polisi, jangan memberi uang sogok kepada polisi. Uang sogok itu tidak masuk ke kas negara, tetapi hanya dinikmati oleh polisi itu saja.
Akhirnya setelah membayar, SIM-ku dikembalikan lagi kepadaku. Alhamdulillah, SIM-ku baik-baik saja. Kujadikan pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bagiku. Semoga kejadian itu tidak terulang lagi.
Aku sampai di sana jam sembilan pagi. Di sana banyak sekali orang yang akan sidang. Jumlahnya ratusan orang. Aku bingung bagaimana caranya mau sidang. Aku tanya ke pegawai di sana dan hanya ditunjukkan arah jalannya saja. Aku pun masih bingung. Aku lihat-lihat saja ruangan-ruangan disana. Alhamdulillah, akhirnya aku diberi tahu oleh orang yang duduk-duduk disana.
Pertama kali, aku mendaftar dulu ke petugas dengan menyerahkan surat tilang dari polisi. Kemudian petugas itu memberikan nomor antrian kepadaku. Aku mendapat nomor antrian 214. Hha, banyaknya! Kirain hanya sedikit orang yang ditilang sama pak polisi. Hehehe. . . Saatnya menunggu pak hakim dan kawan-kawannya datang.
Setelah menunggu sebentar, kira-kira jam 09.15 pak hakim baru datang di ruang sidang. Waw, pakaiannya pak hakim keren kayak di tivi-tivi. Pak hakim memakai jubah warna hitam dan merah, serta memakai kain putih untuk dasi. Aku baru lihat pak hakim asli dengan mata kepalaku sendiri.
Ketika sidang, dipanggil sepuluh orang-sepuluh orang. Mungkin jumlah orangnya banyak kali ya. Lha wong aku sendiri nomor antriannya 214. Jadinya menunggu lagi. Yo wis lah, tidak apa-apa. Yang penting sabar.
Mulai dari anak sekolah seusia SMA, bapak-bapak, ibu-ibu, hingga orang tua ada di sana. Memang kebanyakan mereka melnggar lalu lintas dan ditilang. Ramai sekali sehingga banyak yang duduk di lantai. Sambil menunggu aku melihat-lihat sidangnya.
Sekitar jam sepuluh siang tibalah nomorku yang dipanggil. Aku masuk ke ruang sidang bersama-sama dengan yang lain. Prosesnya singkat sekali. Pak hakim memanggil namaku dan aku memberikan nomor antrianku. Selanjutnya aku disuruh tanda tangan oleh hakim anggota / bu hakim yang duduk di sebelah kiri pak hakim. Kemudian surat-surat beserta tanda tangan itu diserahkan kepada bapak yang duduk di kursi Penuntut Umum, lalu membayarkan sejumlah uang yang tertera di surat itu. Aku membayarkan Rp30.000,00. Katanya sih uang itu masuk ke kas negara. Kalau kamu ditilang polisi, jangan memberi uang sogok kepada polisi. Uang sogok itu tidak masuk ke kas negara, tetapi hanya dinikmati oleh polisi itu saja.
Akhirnya setelah membayar, SIM-ku dikembalikan lagi kepadaku. Alhamdulillah, SIM-ku baik-baik saja. Kujadikan pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bagiku. Semoga kejadian itu tidak terulang lagi.
Komentar
Posting Komentar